Geger Ospek Maut ITN Malang
(Istimewa)
Geger mengguncang Institut
Teknologi Nasional (ITN) Malang, Jawa Timur. Sementara duka menyelimuti
keluarga almarhum Fikri Dolasmantya Surya. Apa sebab? Impian sang anak
untuk 'memakan' bangku pendidikan tinggi di perguruan tinggi swasta itu
kandas.
Bukan hanya impian yang hilang, nyawanya juga
melayang dalam proses ospek maut Kemah Bakti Desa di Kawasan Pantai Goa
China, Desa Sitiarjo, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang pada 13
Oktober lalu. Sebelum perkuliahan dimulai. Para senior di kampusnya yang
diduga kuat menjadi biang keladi, di balik kematian tak wajar pemuda
yang akrab disapa Fikri itu.
Darah menggenang di 2 kelopak mata,
lidah dalam posisi menjulur dan menggigit, serta alat kelamin
mengeluarkan cairan sperma. Itulah sejumlah
kejanggalan yang dibeberkan Nurhadi selaku paman almarhum Fikri saat dikonfirmasi
Liputan6.com, Kamis 12 Desember 2013, di kamar jenazah Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang.
"Pihak keluarga akan memberikan semua keterangan yang dibutuhkan kepolisian untuk
mengusut kasus ini," ucap Nurhadi.
Belum
diketahui pasti penyebab kematian Fikri, mahasiswa baru Jurusan
Planologi itu. Meski keluarga almahum siap diperiksa jajaran kepolisian
Mapolres Malang, namun mereka
keberatan jika harus dilakukan otopsi terhadap jasad almarhum Fikri.
Kesimpulan sementara yang beredar, Fikri diduga meninggal karena dehidrasi. Sebab tak ditemukan bukti-bukti
kekerasan pada tubuhnya.
"Dari
hasil visum luar tidak terjadi dan tidak ditemukan tindak kekerasan,
hanya saja menurut pimpinan ini juga, barangkali anak ini dehidrasi,"
ujar Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim.
Sementara sejauh ini polisi telah memeriksa
5 saksi terkait. Namun polisi belum dapat menyimpulkan penyebab kematian korban.
Dan pihak ITN berjanji akan
memberhentikan
mahasiswa yang melakukan kekerasan dan pelecehan seksual hingga
menyebabkan Fikri meninggal. Sebab hal itu merupakan tindak pidana.
Sanksi
Terkait insiden ospek maut berujung pada meninggalnya Fikri, Musliar pun menyatakan pihaknya akan memberikan
sanksi pada kampus. Tak hanya itu, ia juga akan mempertimbangkan kembali akreditasi ITN.
"Sanksi
yang bisa diberikan dari Kemendikbud lebih pada kampusnya. Kita akan
pertimbangkan bila mereka mau buka program studi baru. Itu akan kita
pertimbangkan sekali," ujarnya saat berbincang dengan
Liputan6.com di Kantor Kemendikbud, Jakarta.
Proses akreditasi kampus pun akan menjadi pertimbangan Wamendikbud.
Kegegeran
di ITN mau tak mau menyeret sang rektor, Soeparno Djiwo. Ia juga
terkena 'batunya', terbawa dalam kasus kematian Fikri pasca-ospek maut
itu. Ia pun membenarkan dirinya
dipanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh, menyusul meninggalnya Fikri.
"Benar
ada panggilan hari (Kamis) ini. Pak Menteri ingin mengetahui kasus
meninggalnya Fikri apakah benar akibat tindakan kekerasan," kata
Soeparno melalui keterangan tertulis yang diterima
Liputan6.com di Malang.
Meski
menyatakan siap memberikan klarifikasi terhadap kasus tersebut. Namun
Soeparno bekali-kali membantah kematian Fikri akibat tindakan kekerasan.
Soeparno hanya mengakui, dalam pelaksanaan kegiatan Kemah Bakti Desa
(KBD) itu peserta dijatah 1-2 botol air mineral per kelompok setiap
hari.
Tak seberuntung sang rektor,
Ibnu Sasongko sebagai Ketua Jurusan
dan Arief Setyawan sebagai Sekretaris Jurusan Planologi harus berbesar
hati menerima pemecatan dari kampus ITN. Keduanya dinilai lalai
mengawasi pelaksanaan KBD yang mengakibatkan kematian Fikri.
Kendati
demikian, keduanya tetap diminta untuk menyelesaikan kasus kematian
Fikri sebelum diberhentikan secara resmi. "Keduanya tetap harus
menyelesaikan masalahnya," ucap Soeparno.
Namun Arief mengaku,
hingga kini belum menerima surat resmi pemberhentian itu. Meski
dibenarkan adanya keputusan pemecatan dirinya sebagai Sekretaris Jurusan
Planologi. "Secara lisan sudah, tapi sampai sekarang saya
belum menerima surat resmi untuk pemberhentian itu," tutur Arief saat dikonfirmasi
Liputan6.com di Malang.
Kritik
Insiden
malang sang mahasiswa baru ITN yang terjadi di Kota Malang itu sudah
menyebar. Telah sampai di telinga Gubernur DKI Joko Widodo. Gubernur
yang akrab disapa Jokowi itu pun melontarkan kritik pedasnya. Menilai
kegiatan ospek sadis berujung maut itu sudah bukan jamannya lagi.
"Saya kira ke depannya nggak ada lah, sudah
kuno," ujar Jokowi usai mengantar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Sementara Musliar
mengecam mahasiswa senior, yang kerap melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap juniornya terutama saat ospek.
"Untuk apa sih jago-jagoan? Mestinya di kampus itu jago-jagoannya dalam segi intelektual. Kalau itu mau hebat dan mau jadi
hero gitu, lalu orang lain jadi korban, apa sih kebanggaannya?" kecam Musliar.
Anggota
Komisi X DPR Reni Marlinawati pun tidak bisa menyembunyikan geramnya.
Reni menyesalkan terjadinya insiden yang berujung kematian di dunia
pendidikan, hanya karena
kelalaian sang
pendidik. "Saya menyesalkan masih terjadinya ospek yang mengandung
unsur kekerasan," kata Ketua DPP PPP itu di Gedung DPR, Senayan Jakarta.
Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Jawa Timur yang geram pun akhirnya memutuskan untuk
mendukung kepolisian, guna mengusut kasus kematian Fikri yang sudah masuk ranah pidana.
"Polisi
harus menelusuri karena ada dugaan penganiayaan. Itu sudah masuk ranah
pidana," kata Ketua Aptisi Jawa Timur Suko Wiyono saat dihubungi
Liputan6.com di Malang.
Karena telah melanggar aturan ospek yang telah ditentukan dan memakan korban, ITN Malang kembali mengingatkan agar kampus
tidak melakukan ospek dengan unsur kekerasan.
"Kita sudah buat surat edaran kepada semua kampus, untuk meniadakan ospek yang dalam bentuk kekerasan," ujar Musliar.
Bahkan,
lanjut Musliar, pihak Kemendikbud sudah melarang apabila kegiatan ospek
itu dilakukan oleh mahasiswa. Sebab, mahasiswa merupakan peserta didik,
sama dengan mahasiswa baru.
"Belum tentu dia (mahasiswa senior) lebih baik daripada juniornya," tukas Musliar. (Tnt/Sss)